dunia sastra koko
blog sastra dari koko p bhairawa (prakoso bhairawa putera), memuat cerita pendek, puisi, esai, cerpen remaja,info sastra, dan buku terbitan.
Senin
Buku-buku di Tahun 2010 #1 dan #2
Judul Buku : Membaca Cerita Rakyat: Pendekar Bujang Senaya
Penulis : Koko P Bhairawa & Rizkika Oktawani
Penerbit : Azka Press (Ganeca Exacta Group, Maret 2010)
Tebal : iv + 87 halaman
Deskipsi Singkat:
Judul Buku : Ayo Ngeblog : Cara Praktis Jadi Blogger
Penulis : Prakoso Bhairawa Putera (Koko P Bhairawa)
Penerbit : Inter Plus (Ganeca Exacta Group, Maret 2010)
Tebal : iv + 52 halaman
Deskipsi Singkat:
Penulis : Koko P Bhairawa & Rizkika Oktawani
Penerbit : Azka Press (Ganeca Exacta Group, Maret 2010)
Tebal : iv + 87 halaman
Deskipsi Singkat:
Buku ini merupakan kumpulan cerita rakyat anak yang berisi 14 cerita rakyat (dongeng, mite, dan legenda) dari daerah Kerinci (Jambi). Pendekar Bujang Senaya merupakan salah tokoh dalam cerita rakyat Kerinci yang memiliki sifat-sifat kepahlawanan. Buku ini dijadikan salah satu Buku Pengayaan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk tingkat SLTP.
Judul Buku : Ayo Ngeblog : Cara Praktis Jadi Blogger
Penulis : Prakoso Bhairawa Putera (Koko P Bhairawa)
Penerbit : Inter Plus (Ganeca Exacta Group, Maret 2010)
Tebal : iv + 52 halaman
Deskipsi Singkat:
Buku ini merupakan panduan singkat untuk memahami dan membuat blog secara sederhana, selain itu juga dilengkapi cara-cara membuat email. Ayo Ngeblog dikemas dalam bahasa yang sederhana sehingga anak-anak usia 11-14 tahun dengan mudah memahaminya. Buku ini dijadikan salah satu Buku Pengayaan Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komputer untuk tingkat SLTP.
Puisi Koko P Bhairawa di Seputar Indonesia Minggu, 7 Februari 2010
Berikut ini 3 karya puisi saya yang dimuat di halaman budaya Minggu, 7 Februari 2010 Seputar Indonesia:
ADALAH KAU
jadikan lelaki kecil itu
kokoh ditepian kolam coklat
pada senja yang basah
pada gedunggedung yang pucat
setelah kejatuhan hujan
jadikan lelaki kecil itu
nikmati dingin pada detikdetik berlalu
hampa...
hampa...
jadikan lelaki kecil itu
menelan ludah tatkala sayup magrib berlalu
bersama tegak jiwa di aspal gatot subroto
jadikan lelaki kecil itu
kehilangan baju kewarasan, dan
celana bawah sadar
lalu biarkan kepolosan jadi
tontonan periperi
adalah kau jawaban atas semua
rw mangun, 02-02-2009
Jangan Pernah Bosan
pagi tadi sebelum tegak
sepi mencumbui bumi yang kedinginan
dedaunan tersenyum dalam birokrasi fajar
melukiskan embun lewat proyeksi cinta
pada harmoni tanah merdeka
setetes peluh begitu suci untuk perjalanan pagi
di timur matahari terdiam
menikmati teriakan anak penghuni bangsa
dalam kour pengiring yang acap kali
berbuah gema pada dada
di tiap tiang kehormatan merah putih menari-nari
di atas dua ratus tiga puluh juta kepala
mencabik cakrawala biru yang mulai pudar
digerogoti asap hitam, memotong-motong
irama angin yang senantiasa merayu
generasi bangsa dengan syair impor
“Hormatku Merah Putih !”
jangan bosan berdiri di tiang kehormatan
jangan ragu mematri impian cucu adam hawa
untuk jadi pemimpin di negri ini
pada rumput, gedung tinggi, pohon hijau,
angin, tanah dan udara
telah sejak lama bersatu rasa hujan-panas
bersaksi untuk kegagahanmu
Merah putih jangan pernah bosan
DI PAGI MINGGU,
TIGA PULUH MENIT SEBELUM TAKE OFF
: unt. Alifia Narasita Sibly
jika aku kembali bukan karena cinta,
pasti ada dari organ ini tak rela biarkan
kau sendiri meratapi ringkik batang hari
dengan mata terbuka mencari hulu
dan menelusuri jauh hingga hilir sungai
– (lagi) kau senyap menatap
jika aku kembali bukan untuk cinta,
tetap ingin kupastikan
kau tak mengulang kisah pelarian kemarin
diantara peluh sore dan aroma bensin
kutemukan cemas meradang di wajah
– (lagi) kau senyap memandang
jika aku kembali,
kembali 'ku tidak juga demi cinta
tetapi dongeng yang pernah kau rentas
dari mimpi sepotong malam
di kaki gunung dataran tanah jawa
lebih merangsangku mengobrak abrik
wacana kegelisahanmu
“kau dan aku terlahir dari proses panjang
bernama persetubuhan, tapi (tetap) beda dan
se-beda-nya tak ada alasan diam
menunggu dijemput kisah”
jika aku kembali,
adalah cinta bukan jawaban
serupa pagi kehilangan embun
lantaran tak ada rekam jejak malam (berdua)
“disini setumpuk nanas goreng
kita kunyah pada bibir (sama)”
BU. Sultan Thaha, 13 Juli 2008
ADALAH KAU
jadikan lelaki kecil itu
kokoh ditepian kolam coklat
pada senja yang basah
pada gedunggedung yang pucat
setelah kejatuhan hujan
jadikan lelaki kecil itu
nikmati dingin pada detikdetik berlalu
hampa...
hampa...
jadikan lelaki kecil itu
menelan ludah tatkala sayup magrib berlalu
bersama tegak jiwa di aspal gatot subroto
jadikan lelaki kecil itu
kehilangan baju kewarasan, dan
celana bawah sadar
lalu biarkan kepolosan jadi
tontonan periperi
adalah kau jawaban atas semua
rw mangun, 02-02-2009
Jangan Pernah Bosan
pagi tadi sebelum tegak
sepi mencumbui bumi yang kedinginan
dedaunan tersenyum dalam birokrasi fajar
melukiskan embun lewat proyeksi cinta
pada harmoni tanah merdeka
setetes peluh begitu suci untuk perjalanan pagi
di timur matahari terdiam
menikmati teriakan anak penghuni bangsa
dalam kour pengiring yang acap kali
berbuah gema pada dada
di tiap tiang kehormatan merah putih menari-nari
di atas dua ratus tiga puluh juta kepala
mencabik cakrawala biru yang mulai pudar
digerogoti asap hitam, memotong-motong
irama angin yang senantiasa merayu
generasi bangsa dengan syair impor
“Hormatku Merah Putih !”
jangan bosan berdiri di tiang kehormatan
jangan ragu mematri impian cucu adam hawa
untuk jadi pemimpin di negri ini
pada rumput, gedung tinggi, pohon hijau,
angin, tanah dan udara
telah sejak lama bersatu rasa hujan-panas
bersaksi untuk kegagahanmu
Merah putih jangan pernah bosan
DI PAGI MINGGU,
TIGA PULUH MENIT SEBELUM TAKE OFF
: unt. Alifia Narasita Sibly
jika aku kembali bukan karena cinta,
pasti ada dari organ ini tak rela biarkan
kau sendiri meratapi ringkik batang hari
dengan mata terbuka mencari hulu
dan menelusuri jauh hingga hilir sungai
– (lagi) kau senyap menatap
jika aku kembali bukan untuk cinta,
tetap ingin kupastikan
kau tak mengulang kisah pelarian kemarin
diantara peluh sore dan aroma bensin
kutemukan cemas meradang di wajah
– (lagi) kau senyap memandang
jika aku kembali,
kembali 'ku tidak juga demi cinta
tetapi dongeng yang pernah kau rentas
dari mimpi sepotong malam
di kaki gunung dataran tanah jawa
lebih merangsangku mengobrak abrik
wacana kegelisahanmu
“kau dan aku terlahir dari proses panjang
bernama persetubuhan, tapi (tetap) beda dan
se-beda-nya tak ada alasan diam
menunggu dijemput kisah”
jika aku kembali,
adalah cinta bukan jawaban
serupa pagi kehilangan embun
lantaran tak ada rekam jejak malam (berdua)
“disini setumpuk nanas goreng
kita kunyah pada bibir (sama)”
BU. Sultan Thaha, 13 Juli 2008
Langganan:
Postingan (Atom)