Kamis

Lomba Esai AJB 2009

Memperingati 97 Tahun Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, bekerjasama dengan Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSar MaLam), kami mengundang para blogger untuk mengikuti “Lomba Penulisan Esai.”


Sebagai asuransi tertua dan terbesar di Indonesia, Bumiputera dikenal peduli terhadap pengembangan kreativitas masyarakat yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan lomba penulisan setiap tahunnya, termasuk menyelenggarakan Lomba Kreativitas Ilmiah Guru dan Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia. Sedangkan PaSar MaLam dikenal dengan kegiatannya seperti Sastra Reboan yang digulirkan secara rutin setiap hari Rabu akhir bulan di Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan, Jakarta Selatan.

Topik : “Asuransi dan Saya”

Persyaratan Peserta :

  1. Para blogger di seluruh Indonesia;
  2. Memiliki blog pribadi selama minimal 3 bulan per Maret 2009;
  3. Melampirkan daftar riwayat hidup, (termasuk alamat lengkap, nomor telepon, dan e-mail).
  4. Lomba ini tertutup bagi pegawai tetap (organik) AJB Bumiputera 1912.

Pelaksanaan Lomba :

  1. Esai ditulis di masing-masing blog pada periode April – Juni 2009.
  2. Alamat blog (URL) yang memuat artikel tersebut dikirimkan via email ke pihak panitia (Bumiputera): komunikasi@bumiputera.com.
  3. Tulisan tersebut akan diunduh oleh Pantiia, dan kemudian akan dilakukan penilaian oleh Dewan Juri.

Ketentuan Lomba :

  • Esai harus memiliki nilai manfaat bagi pengembangan pengetahuan masyarakat, khususnya pengetahuan tentang asuransi;
  • Setiap karya wajib menyebutkan kata “AJB Bumiputera 1912” sedikitnya satu kali.
  • Bentuk tulisan berupa esai dengan gaya bahasa yang cair, kreatif, dan tidak dalam bentuk makalah ilmiah.
  • Esai harus asli, bukan saduran atau terjemahan;
  • Esai belum pernah/tidak sedang diikutkan dalam lomba penulisan lainnya dan belum pernah dipublikasikan di media apapun;
  • Tulisan tidak mengandung SARA.
  • Esai yang menjadi pemenang akan dimuat di majalah “bumiputeranews” (hadiah sudah termasuk honorarium pemuatan);
  • Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan surat menyurat.
  • Pengumuman pemenang lomba penulisan akan dilakukan pada bulan Agustus 2009 di website AJB Bumiputera 1912 di http://www.bumiputera.com/, website panitia di http://www.bumiputeramenulis.com/ dan http://www.reboan.com/ .
  • Penyerahan hadiah dilaksanakan pada akhir Agustus 2009, yang tempat dan waktunya akan diberitahukan kepada para pemenang.

Tata Cara Pengiriman Esai :

  • Peserta lomba dapat menulis lebih dari satu esai;
  • Panjang tulisan tidak dilakukan pembatasan.

Untuk informasi lebih lanjut hubungi Bumiputera :
Telp. 021-5224565;
Faks. 021-5224566
Email : komunikasi@bumiputera.com

Hadiah :

  • Juara I : Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah) dan piagam penghargaan.
  • Juara II : Rp. 4.000.000,- (Empat juta rupiah) dan piagam penghargaan.
  • Juara III : Rp. 3.000.000,- (Tiga juta rupiah) dan piagam penghargaan.
  • Juara Harapan sebanyak 5 orang masing-masing sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu juta rupiah).
  • Pajak hadiah ditanggung oleh pemenang.

Lomba Penulisan Cerpen 2009

Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, bekerjasama dengan Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSar MaLam) “Lomba Penulisan Cerita Pendek (Cerpen).” Lomba ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan 97 tahun usia Bumiputera ini terbuka untuk umum, terutama para pecinta sastra.

Sebagai asuransi tertua dan terbesar di Indonesia, Bumiputera dikenal peduli terhadap pengembangan kreativitas masyarakat yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan lomba penulisan setiap tahunnya, termasuk menyelenggarakan Lomba Kreativitas Ilmiah Guru dan Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia. Sedangkan PaSar MaLam dikenal dengan kegiatannya seperti Sastra Reboan yang digulirkan secara rutin setiap hari Rabu akhir bulan di Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan, Jakarta Selatan.

Topik : “Sosial, Human Interest”

Persyaratan Peserta :

  1. Masyarakat umum, warga negara Indonesia.
  2. Peserta boleh menggunakan nama samaran (namun nama asli tetap dicantumkan di daftar riwayat hidup).
  3. Melampirkan daftar riwayat hidup, (termasuk alamat lengkap, nomor telepon, dan e-mail).
  4. Lomba ini tertutup bagi pegawai tetap (organik) AJB Bumiputera 1912.

Ketentuan Lomba :

  1. Cerpen harus memiliki nilai manfaat bagi pengembanganpengetahuan, khususnya pengetahuan tentang asuransi;
  2. Cerpen tidak mengandung SARA.
  3. Bentuk tulisan dengan gaya bahasa yang cair, kreatif, dan tidak dalam bentuk makalah ilmiah.
  4. Setiap karya wajib menyebutkan kata “asuransi” dan “AJB Bumiputera 1912″ sedikitnya satu kali.
  5. Panjang cerpen maksimum 15.000 karakter, disajikan dalam teks Times New Romans, 1,5 spasi, dengan font 12.
  6. Cerpen harus asli, bukan saduran atau terjemahan;
  7. Cerpen belum pernah/tidak sedang diikutkan dalam lomba penulisan lainnya dan belum pernah dipublikasikan di mediaapapun;
  8. Cerpen ditunggu paling lambat tanggal 30 Juni 2009 pukul 24:00 (untuk email) dan berdasarkan cap pos untuk pengiriman melalui pos.
  9. Cerpen yang menjadi pemenang akan dimuat di majalah “bumiputeranews” (hadiah sudah termasuk honorarium pemuatan);
  10. Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan surat menyurat.
  11. Pengumuman pemenang lomba penulisan akan dilakukan pada bulan Agustus 2009 di website AJB Bumiputera 1912 di http://www.bumiputera.com/, website PaSar MaLam di http://www.reboan.com/ dan website panitia di http://www.bumiputeramenulis.com/
  12. Penyerahan hadiah dilaksanakan pada akhir Agustus 2009, yang tempat dan waktunya akan diberitahukan kepada para pemenang.

Tata Cara Pengiriman Cerpen :

  • Peserta lomba dapat menulis lebih dari satu cerpen;
  • Cerpen dikirim melalui email ke komunikasi@bumiputera.com atau bila dalam bentuk hardcopy melalui pos ke alamat: Departemen Komunikasi Perusahaan, AJB Bumiputera 1912, Wisma Bumiputera Lantai 19, Jl. Jend. Sudirman Kav 75, Jakarta 12910

Untuk informasi lebih lanjut hubungi Bumiputera :
Telp. 021-5224565;
Faks. 021-5224566
Email : komunikasi@bumiputera.com

Hadiah :

  • Juara I : Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah) dan Piagam Penghargaan.
  • Juara II : Rp. 4.000.000,- (Empat juta rupiah) dan PiagamPenghargaan.
  • Juara III : Rp. 3.000.000,- (Tiga juta rupiah) dan PiagamPenghargaan.
  • Juara Harapan sebanyak 5 orang masing-masing sebesar Rp.1.000.000,- (Satu juta rupiah).
  • Pajak hadiah ditanggung oleh pemenang.

Rabu

Orang Muda dalam Sastra Palembang Kini

Oleh: Prakoso B. Putera, Penulis dan Duta Bahasa Tingkat Nasional 2006

MENGAMATI kemunculan karya sastra, baik itu cerita pendek ataupun puisi di Sumatera Selatan (baca; Palembang) sejak pertengahan tahun 2005 sampai dengan hari ini mengalami perkembangan luar biasa. Media cetak lokal, dalam hal ini Koran harian Sriwijaya Post, Sumatera Ekspres, dan Berita Pagi, khususnya Sriwijaya Post begitu konsisten dalam memuat dan memunculkan nama-nama baru yang dari segi kualitas karya bisa dikatakan baik dan hampir menyamai para senior walupun para terdahulu mereka itu begitu berpengalaman. Jika boleh melihat dari segi usia, nama-nama baru tersebut bisa dikategorikan sebagai orang muda. Saya lebih suka menamai dengan orang muda karena usia mereka berkisar antara 17 tahun sampai 29 tahun.

Orang-orang muda begitu bersemangat memburu publikasi di koran-koran lokal Minggu. Tak ayal, di hari yang sama nama tertentu bisa terpajang di dua – tiga media berbeda (tentunya dengan judul karya dan isi yang berbeda). Tiga karyanya (baik itu cerpen atau puisi) dimuat ditiga rubrik budaya Koran Minggu berbeda, pada hari yang sama. Mereka begitu bersemangat setiap karya muncul di koran Minggu, walau demikian sebuah ketakutan pada diri saya kemudian muncul apakah dengan mengejar jumlah publikasi, kualitas karya tetap diperhatikan.


Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi di lokal Palembang saja, di media-media Nasional pun acap kali memunculkan nama tertentu dalam beberapa media pada ahri yang sama. Akan tetapi ketakutan saya cepat terjawab, orang-orang muda tersebut selain gemar menyerbu koran Minggu lokal mereka juga tidak lupa menyerbu para pendahuluanya untuk sekedar bertanya tentang sebuah karya ataupun berdiskusi ringan. Sebut saja sejumlah wilayah-wilayah diskusi orang-orang muda tersebut, Akademi Sastra Palembang (ASAP), Forum Lingkar Pena (FLP), riakmusi – sebuah komunitas yang baru eksis di Palembang, dan beberapa wahana yang maaf tidak mampu untuk saya tuliskan. Dengan lapang dada mereka menerima nasihat dan bersuka cita setiap menerima masukan dari para terdahulunya.


Memang produktivitas kadang-kadang tidak serta merta berarti positif bagi masa depan kepengarangan. Bila tidak hati-hati, kualitas karya akan sulit dipertahankan, energi kreatif yang diforsir amat beresiko melahirkan karya-karya prematur, sukar dipertanggungjawabkan, baik secara estetik maupun tematik. Gejala ini semoga tidak cepat terjadi dengan orang-orang muda yang saat ini begitu bersemangat memburu koran Minggu maupun berdiskusi untuk memperkaya apresiasi karya.


Peran Media (Redaktur Budaya)

Jika berbicara peran media, semuanya tidak lepas dari redaktur budaya yang bertanggung jawab dalam setiap kemunculan karya-karya di koran Minggu. Adalah Sriwijaya Post seperti yang saya singgung sebelumnya begitu konsisten memunculkan nama dan karya orang-orang muda tersebut (mohon maaf kepada koran-koran lokal lainnya, bukan maksud untuk mengistimewahkan). Orang muda tentu ingin karyanya dibaca orang terlebih para terdahulunya, dan kalau mau dibaca tentu harus dipublikasi – koran Minggu adalah jawaban, lalu apa salah jika karya-karya mereka begitu banyak bertebaran di Minggu lokal. Emm..mungkin kesalahannya karena sering bahkan terlalu sering mencaplok lahan penulis ataupun pemburu lain. Maklumlah, jumlah koran yang menyediakan ruang publikasi puisi, cerita pendek, dan esai budaya amat terbatas, sementara jumlah peminatnya makin membeludak.


Namun, yang tidak boleh dilupakan adalah kebijakan redaksional setiap media selalu didasarkan pada mekanisme seleksi. Artinya, hanya karya-karya bermutu yang akan terpilih sebagai pengisi rubrik budaya. Boleh-boleh saja orang-orang muda tersebut melayangkan setiap karya mereka. Soal mereka terlalu memburu dan sudah mencandu pada publikasi koran, soal produktivitas dan soal kualitas kita serahkan kepada pembaca untuk menilai. Tugas mereka hanya menghidangkan bacaan yang renyah, gampang dicerna, enak dibaca, setelah itu terserah pembaca.


Kehadiran orang-orang muda tersebut bukan sekedar jago kandang saja, sejumlah dari mereka telah berhasil melakukan ekspansi kesejumlah media lain. Sebut saja Padang Ekspres, Lampung Post, Bangka Pos, Annida, Suara Karya, dan Cinta. Karya-karya mereka pun ternyata diminati oleh para redaktur budaya pada media-media tersebut.


Mereka Penulis Palembang Juga

Jika publikasi media belum cukup untuk menguatkan dan mengkukuhkan mereka sebagai penulis-penulis Palembang, maka sejumlah nama dari orang-orang muda tersebut telah diakui karyanya sebagai karya terbaik dalam beberapa kompetisi penulisan karya sastra ditingkat nasional. Sebut saja, Rendi Fadillah yang pernah menjadi juara Harapan dalam Sayembara Cerpen Krakatau Award, Dewan Kesenian Lampung di tahun 2005, di tahun yang sama Koko P. Bhairawa berhasil mensejajarkan namanya dengan cerpenis seperti Wa Ode Wulan Ratna (Jakarta), Aris Kurniawan (Tanggerang), MN Age (Aceh), dan Satmoko (Yogyakarta) sebagai nominator sayembara cerpen tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga, lalu Ikhtiar Hidayati yang kerap menjadi nominator dan pemenang dalam sayembara penulis cerpen tingkat nasional yang diselenggrakan oleh Pusat Bahasa, ada juga Azzura Dayana, dengan Novel remajanya Alabaster yang mengambil setting Canberra dan Adelaide memenangkan Lomba Menulis Novel Gema Insani Press. Cerpen Lampion, menyabet penghargaan terbaik kedua pada Festival Kreativitas Pemuda 2004 yang diadakan oleh Creative Writing Institute dan Diknas, dan beberapa nama lainnya.


Jika buku yang kemudian menjadi tuntutan atau barometer, maka dengan ini dapat saya pastikan mereka telah mampu menerbitkan karya dalam sejumlah buku dari beberapa penerbitan besar seperti Grasindo, Gema Insani Press, Cinta, Zikrul – Bestari, CWI dan lain-lainya. Bukan hanya itu sejumlah karya mereka seperti puisi dan cerpen acap kali diterbitkan dalam antalogi bersama yang dibukukan secara nasional oleh sejumlah penerbit, walau sampai dengan hari ini niat orang-orang muda itu untuk melahirkan antalogi bersama dibawah label Dewan Kesenian dan penerbitan lokal belum tercapai.


Akhirnya walau sedikit terlambat, ucapan selamat datang orang-orang muda (Pinasti S. Zuhri, Rendi Fadillah, Koko P. Bhairawa, Azzura Dayana, Ikhtiar Hidayati, Nurrahman, Haris Munandar, Dahlia, Handayani, Dian Rennu) dalam percaturan sastra Palembang layak mereka dapatkan. Sebuah pekerja rumah yang sedang menanti didepan adalah meneruskan semangat memburu publikasi bukan hanya di media lokal tapi media nasional seperti Kompas, Republika, Media Indonesia, Tempo bahkan majalah sastra Horison. Kita nantikan kiprah mereka di jagad sastra Indonesia.***

Jumat

Membatu

LANGIT terasa hampa dalam dingin malam yang telah berintegral dengan hujan. Serpihan air tak henti menjatuhkan diri, kemudian dengan bersamaan dan perlahan menghujam pada tiap lapisan tanah. Namun, diantara semua, ada juga yang tak mampu merapatkan diri hingga ke dasar paling dalam. Mereka sepertinya kehabisan energi sehingga hanya mampu mengelompokkan diri pada genangan di permukaan. Tapi pada lensaku itu tak ada, kini. Kuterus menjejak, pepohonan terlihat melebarkan tawa menyambut kedatangan. Tunas-tunas tampak asyik memainkan tiap butir air yang jatuh mengenai tubuh hijaunya. “Indah betul negeri ini!”.

Sesaat jejak mengecil bersama gemertak rumpun bambu. Daun-daunnya berayun manja.

“Kau telah lama tak datang!”

“Apa kau tak rindukan kami?”

Kini jejak benar-benar terhenti. “Rinduku telah tersayat pada tiap celoteh burung-burung gereja yang acapkali mengabari duka kekasih.”

Pada kelam hari kutemukan ada yang duduk bersilah pada pokok pohon yang telah ditinggalkan pucuk-pucuk kuning, ranting-ranting kopong dan getah menyengat. Sebelah tangannya terbuka menadah tetes liur punggawa, sedang satu bagian jari-jari terlukanya asyik memainkan tiap helai rambut sang dewa. Ia telah meluruhkan pekat semerbak tropis – melambungkan darah hingga titik tertinggi pada pendewasaan jiwa. Sesaat berlalu, dari hitam malam satu persatu penghuni mengitarinya.

“Hai, apa yang kau lakukan disini?” dari rimbun malam sesosok tampak sudah. Pandangannya jauh ke depan. Ia telah menunggu sejak kepergiaan kuterakhir. Dan selama itu, pada kumpulan bebatuan ia mengawasi semua yang datang dan pergi.

“Aku menunggumu!” kata-katanya seolah sedang marah. Tapi sungguh aneh, aku tak mengenal siapa dia. Kenapa ia marah padaku?

“Kau tak mengenalku?”

“Kau yang menjadikan aku menunggu.”

Kulepaskan pandangan dengan seksama, sekeliling begitu gelap hanya beberapa nyala pelita yang menatulkan cahaya. Aku kemudian merendahkan tubuh, tangan mengusap-usap tepat dibagian bawah tubuh. Sesuatu begitu keras mulai kurasakan. Pusat syaraf pun mengamini.

“Nah, kau sadar kenapa aku menunggu?”

“Itu ulahmu!” suaranya semakin meninggi sembari melirikkan pandang.

“Setiap jejak yang kau tinggalkan menjadi rahmat bagi orang-orang disana. Kata orang-orang jejakmu menjadikan mereka terhormat dan dihormati. Hingga wajar saja, pada tiap jengkal yang telah berlumpur dan berwarna coklat airnya menjadikan orang-orang berbondong datang dengan membawa batu-batuan. Orang-orang lalu menabur pada tiap jejakmu. Sampai akhirnya tak ada lagi kubangan tempat sapi mandi ataupun kambing sekadar menumpang minum” pandangannya kembali menjauh. Entah sadar atau tidak kalau diri telah begitu dekat dengannya.

“Kau sadar sekarang? Jangan mengelak!”

Aku hanya membulatkan mulut, sepertinya molekul ingatanku terlalu padat. Rongga pun terlalu sesak. Agak lama aku memilah berkas mana yang berhubungan dengan ucapannya. Tapi hingga seperempat perjalan jam belum juga kutemukan.

“Kau telah membuat semua berubah, orang-orang yang dulunya hidup dalam surga kau kenalkan dengan buah-buah terlarang. Dulu mereka hidup dengan damai sampai kau dan jejakmu menjadikan semuanya aneh. Dan sungai yang telah memberikan banyak ikan menjadi sepi dari kail ataupun jala, bahkan mulai ditinggalkan perahu-perahu berjiwa. Sawah ladang tempat padi dan sumber penghidupan hadir menjadi lengang dari sabit ataupun parang panjang. Ternak-ternak tanpa kesusahan mendapatkan minum dan panganan di sabana. Semunya menjadikan orang-orang itu betah berlama-lama mendiami negeri surga ini”

“Ha...ha...ha...!” dentum tawa keluar dari mulutnya. Sesaat kemudian matanya yang merah memandangku lekat, mimiknya perlahan berubah penuh kebencian. Aku semakin menjadi orang bodoh dihadapannya.

“Kau datang sebagai khalifah di negeri surga ini.” lanjutnya.

“Semua kata yang keluar menjadi pedoman bagi orang-orang itu, dan mereka bertingkah seperti yang kau tuturkan.”

Aku benar-benar tak mampu menuturkan sedikit kata. Tak ada yang bisa diterima oleh memori otak kecilku. Ucapannya menjadikan aku semakin terpojok dengan hal-hal gila dan benar-benar tak kuketahui. Hingga migren dengan cepatnya menyerang. Aku kemudian menjejak menjauh. Pantulan pelita yang kulihat, begitu mempesona. Cahayanya terlihat memanjang mengikuti tubuh anak sungai.

Tapi tiba-tiba derap kaki membelah kesunyian malam. Mataku belum menangkap siapa-siapa pemilik derap itu. Namun, yang terlihat hanyalah nyala api yang menjilati sisa hujan.

“Nah, kau masih belum sadar juga. Orang-orang itu kembali mendatangi tempat dimana buah-buah terlarang itu ada. Mereka sekarang menjadi kehilangan selera berlama-lama menjemur padi, menanamkan kaki pada lumpur sawah, atau menarikan jemari pada tiap sela pucuk-pucuk rumpun lada. Alhasil, mereka menjual semua yang dipunyai. Mulai dari padi, lada sampai hektar garapan harus berganti dengan setumpuk kertas bernilai.”

Aku terhenyak. Tak kupikirkan kalau yang ia maksud adalah ini semua. Ketika, aku mulai berhasil menarik berkas itu. Dengan gagahnya sekelompok orang melewati tubuhku. Aku mulai merasa aneh. Setelah kelompok pertama berlalu, tubuh pun kucoba berdiri. Tapi belum setengah kutegakkan tubuh, kelompok kedua tanpa menghiraukan menjejak ditubuhku yang mulai kehilangan udara. Perlahan mataku kabur dan akhirnya tak terlihat mereka yang ada diatas tubuhku.

“Mereka tak lagi mengenaliku. Mereka lebih kenal dengan buah-buahan terlarang yang dulu pernah kubagikan pada mereka?”

Pada detik berikutnya tubuhku telah merapatkan diri dengan jalanan yang telah berbatu. Lalu ruang-ruang itu menjadi sepi dan kembali menyendiri menyaksikan tubuhku yang dipenuhi mimpi. Membatu bersama jalanan yang telah berbatu.***

Palembang, 15 April 2006

by: Koko P Bhairawa

PAGI ITU...

- mengenang (an) mantan pacar

pagi itu kau datang dengan
sebilah belati yang kau tancapkan
di hati..
lalu rerumputan segar menikmati
tiap hemoglobin yang jatuh
walau basah embun selalu
mencuci butir-butir merah
: terima kasih
lahirku sebagai penjelajah sunyi
dan menit-menit akan terasa ringkas
kini..

by: koko p bhairawa

Kamis

Jejak Surat Cinta

“INI yang kelima kalinya surat tanpa pengirim yang gue terima!” pekik Ika dalam hati, ketika melihat sebuat surat di sela lembaran buku tugas yang baru dibagikan. Seperti isi surat yang lalu, begitu romantis.

Ika sayang kenapa kamu tidak datang di Taman Kota sore kemarin? Ika aku sangat mencintaimu”.

Ika merasa mual ingin muntah begitu membacanya. “Dasar cowok iseng” katanya lirih. Bel tanda pulang berbunyi. Ika yang tergolong “anak babe” itu menuju parkir kendaraan. Belum sampai di pelataran parkir, ia terkejut ketika merogoh sakunya, “Ya ampun, kunci motor gue!”. Cepat-cepat ia balik 180 derajat kembali ke kelas.

“Ini dia!” kata Ika menimang-nimang kunci motornya, tetapi ia jadi heran ketika menemukan kumalan surat yang ia buang di tong sampah tadi sudah ada di atas mejanya. Jantungnya makin berdebar karena di sebelah kumalan tersebut terdapat sepucuk surat beramplop putih. Seisi kelas kosong, hening dan sepi. Apalagi ditambah tulisan di sampul surat bertinta merah. Ih…ngeri” bergegas Ika meninggalkan kelas.


***

“Surat misterius lagi !” pekik Ika. Matanya setengah melotot melihat surat tanpa pengirim. Dari dalam tubuhnya, keringat dingin mengucur, detak jantungnya terdengar. Sepucuk surat tergeletak di atas meja. Seisi kelas yang masih tampak kosong, hanya meja, kursi dan beberapa gambar pahlawan dengan figura jati. Maklum saja, Ika kalau sedang giliran piket kelas paling pagi datangnya.

“Siapa ya yang meletakan surat ini? tanya sama siapa?” batinnya bertanya. “Apa sama kursi, meja. Ah bodoh amat, emangnya gue pikirin


“Pagi non !” sapa cowok idola SMA-nya itu.
“Eh, kamu…Di-di. Piket ya?” tanya Ika agak terkejut. “Iya donk, masak sama temen satu kelas lupa?”

“Aduh, kenapa gue sampai lupa sama cowok sekeren Andi” batinnya berkata.


***

Ika, ini jejak terakhir untukmu. Temui aku di kantin sekolah, Istirahat pertama nanti.
Aku

“Apa, jejak terakhir, jejak terakhir apa?” pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui Ika hingga bel istirahat pertama berbunyi. Baru Ika mau melangkah keluar kelas. “Ika kemari sebentar!” panggil Bu Eva, guru Matematikanya.

“Kamu bendahara kelas ya?” tanya Bu Eva. “Iya Bu”


“Kalau begitu tolong uang Buku LKS (Lembar Kerja Siswa) Matematika dikumpul secepatnya” lanjut Bu Eva. Dengan langkah agak dipercepat ia menuju kantin sekolah.


“Ika, kemari sebentar!” kali ini giliran Pak Irawan, guru Olahraga sekaligus Pembina OSIS yang terkenal ditakuti anak-anak SMA 2, memanggilnya.”Nanti sore rapat OSIS. Jangan lupa bawa buku kas OSIS” ingat Pak Irawan. Begitu Pak Irawan mengakhiri pembicaraan langsung disambut bel masuk. Dengan wajah kecewa Ika masuk ke kelasnya.


***

Seminggu sudah Ika aman dari surat misterius. Tetapi sejak Kamis minggu lalu, cewek-cewek di SMU 2 gempar. Soalnya cowok yang serba wah, wah pintarnya, wah kerennya, wah aktifnya dan wah…wah…, pindah ke Palembang.


“Ika loe tidak merasa kehilangan atas kepindahan Andi, si cowok super wah kita itu?” tanya Eria. “Kenapa gue sibuk-sibuk, cowok gue bukan.
Gitu aja dipikirin” jawab Ika santai. Tetapi dalam hati, Ika juga merasa sedih. Ternyata Ika diam-diam sudah sejak lama suka dengan Andi, tapi ia tidak berani mengungkapkannya.

“Ika, nih ada surat buat loe” kata Rima.


***

Ika membuka amplop surat bertanda kilat khusus yang ia terima pagi tadi di sekolah dan perlahan ia membaca isinya.

Dear Ika

Ika, tentu selama satu minggu ini loe merasa aman karena sudah tidak ada surat misterius lagi. Sebenarnya gue pengen bilang “I Love You” saat di kantin sekolah minggu lalu. Tapi sudah gue tunggu-tunggu loe nggak datang juga. Ika sungguh gue nggak bohong, gue cinta sama loe. Bila loe ada waktu please balas surat gue.

With Love Andi.

Oh my God. Andi ternyata orang yang selama ini mengirimkan surat misterius. “Kenapa gue nggak tahu kalau Andi suka sama gue” sesal Ika.

Kini jejak surat cinta telah berakhir. Andi lah orang yang membuat Ika bertanya-tanya dan menjadi dalang surat misterius itu “Coba dari dulu gue tahu” ratap Ika.